Buat yang suka genre cyberpunk, dan suka anime 90-an, pasti tidak asing dengan judul Bubblegum Crisis (okay, yang pertama keluar memang tahun 1987, dikit lagi 90-an lah) karena BGC ini merupakan salah satu anime yang populer di era 90-an. Berlatar belakang tentang kehidupan dunia di masa depan, di mana manusia bisa mendapatkan implan sibernetik dan dibantu oleh ‘manusia buatan’ seperti android atau robot yang disebut Boomers. Teknologi boomers ini terkadang mengalami gangguan dan pada akhirnya boomers yang seharusnya membantu justru akhirnya malah mencelakai manusia. Dalam BGC, tentunya para heroine kita adalah sekelompok orang yang menggunakan semacam combat suit untuk melawan boomers yang berserk itu… di luar jalur hukum. Lah? Iya, karena pihak yang berwenang sebenarnya adalah … AD Police (ADvanced Police). Kebetulan aja di BGC ada tokoh AD Police yang bernama Leon, dan dia ini ceritanya tertarik ke main heroine. Sisanya, ya AD Police itu kayak kesatuan abal-abal yang kerjaannya ya cuman jadi bulan-bulanan boomers.
ini yang namanya Bubblegum Crisis, bukan AD Police
AD Police kemudian dibuatkan OVA (Original Video Animation) pada tahun 1990 dan mengambil setting cerita sekitar 5 tahun sebelum cerita dalam BGC dimulai. Dan tentu saja ada Leon, yang ceritanya masih termasuk anak baru di kesatuan A.D. Police. Terdiri dari 3-episode, yang masing-masing punya cerita terpisah, dengan judul: Maboroshi no Onna (Phantom Woman), Za Rippa (The Ripper), dan Shita o Kamu Otoko (The Man Who Bites His Tongue). Untuk ceritanya, hmm, mungkin lebih baik ditonton sendiri ya.
Sesuai judulnya, AD Police jelas lebih fokus ke kesatuan polisi yang dibentuk untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh boomers. Bahkan dalam hal ini, AD Police OVA malah justru lebih jelas menceritakan bahwa boomers itu ya robot, ya AI, ya punya organ buatan seperti manusia, jadi campur aduk. Dijelaskan juga, kalau manusia yang pasang implan sampai melebihi 70% dari tubuhnya, maka dia kan dikategorikan sebagai … Boomeroid (wow, kreatif sekali). Hal lain yang tidak dijelaskan di BGC (seinget gue) adalah A.D. Police nggak bisa langsung tembak/hancurkan boomers, harus minta persetujuan tertulis dari ownernya baru boleh dihancurin, dan kalau seseorang sudah masuk kategori boomeroid, ya dia akan diperlakukan sama seperti boomers dan ditangani oleh A.D. Police, bukan oleh polisi ‘biasa’.
Tokoh yang dimunculkan di OVA ini, ya bisa dipastikan adalah Leon McNichol yang juga muncul di BGC. Selain Leon, ada juga Gina Marceau, salah satu ‘veteran’ di kesatuan AD Police yang lengan kanannya merupakan implan (tidak dijelaskan juga awalnya kenapa diganti dengan lengan implan). Kedua tokoh ini konsisten muncul di ketiga episode OVA, sementara yang lain, tokohnya ya muncul pas di episode tertentu saja.
Secara karakter, hmm, ini nih. Leon being Leon, ya tetep aja jadi side character, sama aja dengan peran dia di BGC (emang udah nasib dia mungkin). Bahkan rasanya malah beneran nggak signifikan, ibaratnya diganti “Anggota Polisi A” juga nggak apa-apa. Gina juga nggak terlihat sebagai lead character. Di Za Rippa, ada polisi normal yang diperkenalkan, Iris Cara, tapi ini juga cuma karakter lewat aja. OVA ke-2 ini lebih difokuskan ke Caroline Evers, si boomeroid yang merelakan organ-organ kewanitaannya diganti dengan organ sibernetik demi karirnya, tapi akhirnya ditinggal selingkuh oleh suaminya yang lebih memilih pelacur yang dia sebut “real women”. Sementara OVA 3 bercerita di mana seorang anggota AD Police, bernama Billy Fanword, terluka parah sehingga akhirnya seluruh bagian tubuhnya diganti sibernetik kecuali otak dan lidahnya, itu sebabnya dia sering menggigit2 lidahnya karena baginya itu adalah satu-satunya sensasi yang bisa dia rasakan dan mengingatkan bahwa dirinya adalah manusia. Pada akhirnya Billy lepas kendali karena ‘overdosis’ stimulan, dan membantai orang di markas AD Police. Jadi kayak RoboCop tapi gone wrong.
Secara cerita, sebenarnya masih oke. Sebagai prequel, OVA ini berusaha menjelaskan kondisi kehidupan masyarakat yang mulai diperkenalkan ke boomers, dan teknologi implan yang mulai menjadi alternatif ‘solusi’ bagi manusia untuk berbagai alasan atau keperluan. Latar belakang suasananya terasa lebih ‘gelap’ dibandingkan BGC, tentunya dengan adegan kekerasan yang lebih berdarah-darah dan nudity yang sering ditemukan di OVA 90-an. Semua cerita disampaikan tanpa berbelit-belit, mungkin agak membingungkan ketika harus menjelaskan jadinya si boomers itu apa dan dari ketiga episode, bisa dibilang yang memang murni boomers dan going berserk itu cuma Maboroshi no Onna, sementara yang 2 lagi kategorinya boomeroid, alias (at least) 30% (or less) masih manusia.
Overall menurut pendapat pribadi, yang bikin terasa kurang greget adalah AD Police-nya sendiri yang menjadi judul dari anime ini, perannya hambar banget. Bahkan Leon atau Gina (terutama Leon, yang menjadi ‘penghubung’ antara OVA ini dengan BGC) perannya keliatan sedikit lebih banyak di OVA pertama aja, karena si boomer ‘tergila-gila’ sama tembakan Leon (tembakan senjata api beneran ya, bukan tembakan lain). OVA ke-2 ada si Iris tapi juga bukan dia fokusnya, udah gitu dia juga bukan anggota AD Police. Lalu OVA ke-3 lebih fokus ke Billy dan uhh… fetish-nya Takagi (ilmuwan yang mengubah Billy). Gina yang (ternyata) mantannya si Billy ya cuma berperan menyampaikan final blow-nya aja.
Pada akhirnya, sepertinya memang tidak ada ‘tokoh utama’ dalam OVA ini, tapi lebih fokus ke tema/cerita yang menyorot ke ‘menghilangnya’ batas antara manusia dengan mesin, bahkan nyenggol masalah gender dalam persaingan karir.
Mungkin salah satu yang membuat OVA ini rada ‘tanggung’ adalah bahwa produksinya terhenti setelah episode 3 karena Artmix (studionya) mengalami kebangkrutan. Otomatis ya pasti produksi terhenti, dan meskipun akhirnya diambil alih oleh Anime International Company (AIC), tapi sepertinya memang diputuskan untuk tidak diteruskan.
Anyway, kalau pengen tau awal-awal boomers muncul, ya nonton OVA ini sebagai perkenalan dunia yang ada di Bubblegum Crisis. Cerita yang diangkat terasa lebih serius dan dark, dan penyampaiannya nggak bertele-tele. Kalo soal peran AD Police-nya atau khususnya Leon, ya sama aja sih dengan yang di BGC. Gitu-gitu aja.
Terus terang susah nyari streaming legal-nya (nggak ada juga kayaknya), di retrocrush.tv pernah ada (ada iklannya 3 tahun yang lalu), sekarang kayaknya yang ada cuma BGC dan A.D. Police: To Protect and Serve yang berupa serial TV (yang ini kurang tau).
Soundtrack adalah salah satu daya tarik dari sebuah anime. Kadang malah soundtracknya lebih populer (atau lebih “bagus”) dibanding animenya sendiri. Sejak jaman internet baru mulai ada di Indonesia, dan sejak ada format .mp3, mulai banyak bertebaran file-file lagu anime di internet (remember winmx, winny, audiogalaxy, mIRC? anyone?). Tentunya kebanyakan adalah lagu berbahasa Jepang karena ya memang animenya berasal dari sana. Tapi, ada juga anime2 yang menggunakan lagu dalam bahasa non-Jepang, seperti bahasa Inggris, Rusia, Latin, bahkan Icelandic (lagu Von dari Zankyou no Terror). Malah ada yang bahasa ‘buatan’ alias pencipta lagunya yang bikin bahasa baru, emang murni dikarang jadi kayak gibberish. Beberapa di antaranya malah merupakan lagu yang dinyanyikan oleh artis dari Barat seperti Duran Duran, Oasis,Mr. Big, dan Radiohead.
Berikut ini mari kita coba untuk bikin daftar lagu dalam anime (belum tentu sebagai opening atau ending) yang menggunakan bahasa non-Jepang. By the way, di list ini ada 30, tapi ya masih ada lagi yang lainnya, cuma kayaknya 30 udah cukup banyak lah ya.
Canta Per Me sung by Kaida Yuriko (Noir, 2001)
Salva Nos sung by Kaida Yuriko (Noir, 2001)
Cras Numquam Scire sung by Yucca (Dantalian no Shoka, 2011)
Falling Down by Oasis (Higashi no Eden, 2009)
Duvetby BOA (Serial Experiments Lain, 1998)
Inner Universe by Origa (Ghost in the Shell – Stand Alone Complex, 2002)
Lithium Flower by Scott Matthews (Ghost in the Shell – Stand Alone Complex, 2002)
Shine by Mr. Big (Hellsing, 2001)
Forest by Emily Bindiger (El Cazador de la Bruja, 2007)
In the Land of Twilight, Underthe Moon sung by Emily Bindiger (.hack//SIGN, 2002)
Servante du Feu sung by Matthieu Ladouce (So Ra No Wo To, 2010)
Volevo un Gatto Nero sung by MEG (Norageki!, 2011)
Étoile et Toi (édition le blanc) sung by Clémentine and Ainhoa (Kizumonogatari: Reiketsu, 2017)
Blumenkranz sung by Cyua (KILL la KILL, 2013)
Bratja sung by ? (Hagane no Renkinjutsushi, 2003)
The Light Before We Land by The Delgados (Gunslinger Girl, 2003)
Girls on Film by Duran Duran (Speed Grapher, 2005)
Stray sung by Steve Conte (Wolf’s Rain, 2003)
Gravity sung by Sakamoto Maaya (Wolf’s Rain, 2003)
Katyusha sung by Kanemoto Hisako, Uesaka Sumire (Girls und Panzer, 2012)
Vogel Im Kafig sung Cyua(?) (Shingeki no Kyojin, 2013)
Von sung by ? (Zankyou no Terror, 2014)
The Sore Feet Song sung by Ally Kerr (Mushishi, 2005)
SHIVER sung by Lucy Rose (Mushishi Zoku Shou 2nd Season, 2014)
Lillium sung by Kumiko Noma (Elfen Lied, 2004)
Fly Me to the Moon sung by Claire (Shinseiki Evangelion, 1995)
Scarborough Fair sung by Yamada Tamaru (Shuumatsu Nani Shitemasu ka? Isogashii Desu ka? Sukutte Moratte Ii Desu ka?, 2017)
Rain sung by Yamane Mai (Cowboy Bebop, 1998)
Kiri sung by MONORAL (Ergo Proxy, 2006)
Paranoid Android sung by Radiohead (Ergo Proxy, 2006)
Tahun lalu pernah bahas soal kumpulan short movies karya Katsuhiro Otomo yang dikasih judul MEMORIES, terdiri dari 3 film pendek yang “kebetulan” sekali mengandung unsur-unsur yang populer saat itu. (baca aja di sini). Dan sekedar pengingat, movie pertama yaitu Kanojo no Omoide (atau judul eigo-nya Magnetic Rose), in my opinion, highly recommended.
Nah, yang kali ini, masih sama. Masih Katsuhiro Otomo juga yang bikin, sebuah proyek yang diberi judul “Short Peace” (ショート・ピース) .
Proyek ini merupakan kerja sama antara Sunrise dengan Shochiku yang memproduksi filmnya dan Crispy’s! dengan Grasshopper Manufacture untuk versi game-nya. Film mulai ditayangkan di Jepang pada tanggal 20 Juli 2013 dan berisikan 4 film pendek (short movie). Sementara gamenya dirilis untuk platform Sony Playstation 3 dan mulai dijual pada bulan Januari 2014 di Jepang. Tapi di sini yang akan dibahas cuma yang anime-nya aja.
Short Peace Trailer
Film Short Peace ini dibuka dengan adegan anak perempuan sedang bermain petak umpet dengan temannya (yang tidak diperlihatkan, hanya ada suaranya saja). Saat si anak membuka matanya untuk mulai mencari temannya, dia melihat sebuah bangunan yang aneh dan ada seekor kelinci putih di dalamnya. Si anak mengejar kelinci tersebut dan masuk ke dalam dunia fantasi. Di dalam dunia fantasi inilah kemudian 4 movie pendek tadi dimulai (rata-rata berdurasi sekitar 15-20 menit).
九十九 (Tsukumo, Eng: Possession)
Tsukumo
Cerita
Mengambil latar belakang Jepang di kisaran abad ke-18, di mana suatu hari, seorang pengembara terjebak dalam badai di tengah hutan, ketika tiba-tiba angin kencang meniup topinya dan dia melihat sebuah altar/kuil kecil di antara pepohonan. Karena cuaca yang semakin buruk, diapun memutuskan untuk berteduh di kuil itu. Sambil menunggu badai mereda, si pengembara tertidur dan sangat terkejut ketika dia terbangun dan berada di sebuah ruangan yang berisikan payung-payung kertas yang rusak dan bisa bergerak (plus ada banyak mata di balik payung-payung itu). Salah satu “payung kertas” itu ada yang bentuknya menyerupai seekor katak dan menari-nari di hadapan si pengembara.
Pengembara yang melihat payung-payung kertas rusak itu, kemudian segera membuka kotak yang dibawanya. Kotak tersebut ternyata berisikan alat-alat yang bisa dia gunakan untuk memperbaiki semua payung rusak yang ada di ruangan itu. Setelah selesai memperbaiki semua, termasuk payung yang dibawa oleh si katak, tiba-tiba semuanya menghilang dan ruangan tersebut menjadi kosong.
Pengembara itu kemudian mencoba membuka pintu ruangan dan ternyata ada ruangan lain lagi dengan ornamen lukisan perempuan mengenakan kimono. Di ruangan ini si pengembara tiba-tiba dikelilingi oleh kain-kain yang mengatakan bahwa mereka dibuang. Pengembara itupun kemudian memperbaiki kain-kain tersebut (obi?) dan setelah selesai memperbaiki semua kain yang ada, diapun mencoba membuka pintu yang berikutnya.
Di balik pintu itu ternyata ada timbunan barang-barang bekas yang kemudian berkumpul membentuk sebuah mahluk yang mengeluarkan bau busuk. Si pengembara menyadari bahwa timbunan barang-barang itu adalah alat yang pernah dipakai manusia sebelum dibuang. Diapun lalu menutup matanya kemudian berdoa untuk memberikan penghormatan dan menyatakan rasa terima kasihnya kepada semua Tsukumogami yang merasuki barang-barang itu atas “jasanya” dalam membantu kehidupan manusia.
Mahluk itu kemudian tampak seperti akan menyerang si pengembara, namun dia tidak merasakan apa-apa saat mahluk itu melewati dirinya. Saat dia membuka mata, tiba-tiba dirinya sudah berada kembali di kuil kecil tempat dia berteduh, badai sudah mereda. Ketika dia membuka pintu kuil, dia menemukan capingnya yang dia kira hilang tertiup angin, payung si katak, dan kain yang sudah dia perbaiki ada di situ. Dia pun kemudian melanjutkan perjalanannya dengan membawa benda-benda tersebut.
Behind the Scene
Film berdurasi 14 menit ini disutradarai oleh Morita Shuuhei dan menjadi nominasi Academy Awards for Best Animated Short Film pada 86th Academy Awards tahun 2013. Morita Shuuhei sendiri kemudian dikenal juga sebagai sutradara dari serial anime Tokyo Ghoul (2014) dan Tokyo Ghoul √A (2015)
火要鎮 (Hi no Youjin, Eng: Combustible)
Hi no Youjin
Cerita
Film ini mengambil era Edo (1603 – 1867) sebagai latar belakang cerita di mana ada seorang anak perempuan bernama Owaka dari sebuah keluarga terpandang harus menjalani pernikahan dengan seorang pria yang dijodohkan oleh orang tuanya. Owaka sendiri sendiri sebenarnya menyukai Matsukichi, yang merupakan tetangga sekaligus teman masa kecilnya.
Memasuki usia dewasa, Matsukichi sering bermasalah dengan orang tuanya karena selalu memberontak sampai akhirnya dia diusir oleh orang tuanya. Setelah diusir, Matsukichi kemudian pergi dari rumahnya dan jarang bertemu dengan Owaka lagi.
Beberapa hari menjelang pernikahannya, Owaka yang sedang berada sendirian di kamarnya, secara tidak sengaja mengakibatkan kebakaran. Matsukichi yang menjadi anggota pemadam kebakaran segera menuju tempat kejadian dan berusaha menolong Owaka. Dia melihat Owaka berada di atas atap sambil membawa kimono yang akan dipakai di acara pernikahannya. Matsukichi berusaha memperingatkan Owaka untuk tidak memanjat menara, tetapi Owaka yang tidak mendengar suara Matsukichi akhirnya terkena kobaran api yang menghancurkan menara itu.
Behind the Scene
Untuk movie yang ini, Katsuhiro Otomo sendiri yang menjadi sutradara dan berhasil menjadi pemenang Grand Prize pada Japan Media Arts Festival ke-16 dan Oofuji Noburou Award di ajang Mainichi Film Awards.
Meskipun durasinya hanya sekitar 12 menit, tapi Katsuhiro Otomo bisa menampilkan kisah Owaka dan Matsukichi yang akrab sejak kecil dan sering bermain bersama. Kemudian Matsukichi yang memberontak kepada orang tuanya saat menginjak usia remaja, yang berakibat dia diusir dari rumah oleh ayahnya. Sementara Owaka sendiri sebagai anak gadis di masa itu, merasa pasrah kepada nasibnya yang harus mengikuti kemauan orang tua dan menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya. Ketika sudah dewasa, mereka bisa bertemu lagi meskipun pertemuan mereka berakhir dengan tragis.
Gambo
Gambo
Cerita
Gambo adalah sebutan untuk seekor beruang putih yang tampaknya berperan sebagai pelindung manusia. Suatu ketika tampak seperti ada benda asing yang jatuh dari langit, dan muncul sosok raksasa berwarna merah yang mirip dengan oni (mahluk seperti ogre dalam cerita rakyat Jepang)
Di sebuah desa, penduduknya ketakutan karena mereka menemukan oni tersebut dalam keadaan luka. Kepala desa mengira apabila mereka merawat oni itu, maka dia tidak akan menyerang desa mereka. Ternyata mahluk tersebut membunuh siapa saja yang ada di dekatnya dan menculik gadis-gadis di desa itu. Kepala desa kemudian meminta tolong kepada seorang samurai untuk mengalahkan oni tersebut sebelum dia membunuh anak perempuan terakhir di desa itu yang telah melarikan diri ke hutan.
Gambo yang bertemu dengan anak perempuan itu di hutan kemudian pergi mencari oni tersebut dan menemukan ‘sarang’-nya. Di tempat itu, Gambo menemukan seorang perempuan yang sedang (dipaksa) hamil dan perutnya berisi bayi oni. Perempuan itu meminta Gambo untuk membunuh dirinya sebelum oni yang ada dalam kandungannya lahir. Gambo kemudian membunuhnya dan menghancurkan tempat tersebut.
Oni yang mengamuk kembali ke situ dan bertarung dengan Gambo. Gambo terluka parah karena oni tersebut lebih kuat dari dirinya. Sementara itu rombongan samurai datang dan mencoba membunuh oni tetapi dengan mudah satu per satu mereka dikalahkan. Saat oni itu sedang bertarung melawan para samurai, Gambo dengan sisa kekuatannya kemudian mencengkeram oni tersebut dan berhasil membunuhnya. Setelah berhasil membunuhnya, Gambo sendiri kemudian mati karena lukanya yang parah.
Pemimpin para samurai kemudian menghampiri anak perempuan kepala desa yang menangis di samping Gambo dan menanyakan kepadanya mengenai Gambo. Anak perempuan itu mengatakan bahwa Gambo bisa mengalahkan oni itu karena dirinya percaya pada Gambo.
Behind the Scene
Film ketiga berdurasi sekitar 12 menit ini disutradarai oleh Andou Hiroaki yang nantinya terlibat sebagai sutradara untuk judul-judul anime seperti Ajin, Sidonia no Kishi, Listeners, Ooyukiumi no Kaina, dan masih banyak lagi.
Untuk film ketiga ini sepertinya Katsuhiro Otomo ingin menggabungkan mahluk supranatural dan alien. Gambo digambarkan sebagai roh suci pelindung manusia, sementara oni merupakan kebalikannya. Tetapi ketika Gambo menemukan tempat persembunyian oni, kesannya seperti menyerupai “pesawat luar angkasa” milik alien yang digunakan untuk reproduksi dengan menggunakan manusia (seorang perempuan) sebagai inangnya.
武器よさらば (Buki yo Saraba, Eng: Farewell to Weapons)
Buki yo Saraba
Cerita
Di masa depan, sebagian besar bumi sudah hancur setelah Perang Dunia III. Sekelompok pasukan khusus bertugas untuk mencari dan menjinakkan senjata-senjata yang pernah digunakan tetapi masih berfungsi. Suatu hari mereka bertemu dengan sejenis robot-tank yang mempunyai kecerdasan buatan (AI) dan menyerang mereka karena menganggap mereka sebagai musuh.
Satu per satu anggota tim mereka terbunuh, dan salah satu anggota mereka melepas baju pelindungnya karena terjadi kerusakan. Karena dia melepas baju pelindung (yang digunakan oleh prajurit/personil militer), AI tank mengenalinya sebagai orang sipil dan bukan ancaman, oleh karena itu dia tidak dibunuh karena program AI tersebut adalah untuk melindungi warga sipil dan hanya menyerang personil militer.
Behind the Scene
Film ke-4 menjadi yang terpanjang durasinya yaitu sekitar 25 menit. Disutradarai oleh Hajime Katoki, orang yang terkenal sebagai mechanical designer berbagai seri Gundam.
Closing Time
Bukan, ini bukan judul film, cuma mau ngasih komentar soal keempat film di atas. Film-film tersebut masing-masing mewakili Jepang di era yang berbeda, mulai dari abad ke-16 (Gambo) sampai ke masa depan. Semua menampilkan visualisasi dan animasi yang bagus, sekaligus penceritaan yang singkat tapi padat. Tapi meskipun durasinya ‘cuma’ sekitar 12 menitan, effort yang dicurahkan terlihat tidak main-main dan melihat hasilnya, jelas butuh waktu yang tidak singkat untuk menghasilkan film singkat seperti ini.
Film pertama, Tsukumo, ceritanya cukup sederhana dan jelas. Visualisasinya bagus, latar belakang dengan tokohnya terlihat kontras. Pesan yang ingin disampaikan juga bisa ditangkap dengan mudah.
Di Jepang ada kepercayaan bahwa ada roh yang bisa yang bisa merasuk ke benda/alat/perkakas buatan manusia, yang dikenal dengan sebutan Tsukumogami, jadi bisa dikatakan bahwa benda-benda tersebut mempunyai ‘nyawa’ atau ‘hidup’. Di anime ini sepertinya yang ingin disampaikan adalah kehidupan kita terbantu oleh benda/alat di sekitar kita, tetapi seringkali kita lupa untuk menunjukkan apresiasi atau rasa terima kasih dan dengan mudahnya membuang mereka. ‘Pesan’ yang sama bisa terjadi juga dalam hubungan antar manusia, di mana kadang manusia lupa untuk mengapresiasi atau berterima kasih atas bantuan yang diberikan oleh orang di sekitar kita.
Btw, udah coba masukin tulisan Jepangnya judul Tsukumo ke translator, munculnya 99 (kyu-jyu-kyu). Mungkin yang lebih paham bahasa Jepang yang lebih tau ya.
Film kedua dipegang sendiri oleh Katsuhiro Otomo. Beliau bisa menggunakan waktu 12 menit untuk menceritakan kehidupan Owaka dan Matsukichi dari kecil sampai dewasa beserta problematika kehidupan yang mereka alami. Visualisasi masa kecil digambarkan dengan animasi sederhana yang merepresentasikan bahwa saat masih kecil, semua terlihat sederhana dan mudah. Menjelang dewasa gaya animasinya berubah menandakan bahwa kehidupan mereka mulai berubah.
Menariknya adalah film ini sepertinya merupakan interpretasi bebas beliau terhadap kejadian bersejarah di Jepang yang disebut sebagai 明暦の大火 (Furisode Fire atau The Great Fire of Meireiki) yang terjadi tanggal 2 Maret 1657. Menurut legenda, seorang biksu/pendeta sedang melakukan ritual membakar kimono yang dikatakan terkutuk karena telah mencelakai 3 orang gadis sebelumnya. Kobaran api yang ditimbulkan menyambar material bangunan kuil yang terbuat dari kayu sehingga terjadilah kebakaran hebat yang menghanguskan kota Edo dan diperkirakan menewaskan lebih dari 100.000 jiwa.
Gambo (film ke-3) buat gue ya paling nyeleneh, campuran antara pertarungan roh baik vs jahat, ‘alien’ spaceship(?) dan manusia yang mulai melupakan hal-hal seperti kepercayaan atas adanya roh pelindung dan hal-hal supranatural lainnya seiring dengan kemajuan jaman.
Dasar film ini adalah bahwa kemajuan jaman (pada saat itu dan seterusnya) mulai menggerus kepercayaan manusia terhadap roh suci pelindung manusia (dalam hal ini Gambo) sehingga kekuatan Gambo melemah dan dia mengalami kesulitan melawan roh jahat (oni). Pada akhirnya satu-satunya sumber kekuatan Gambo adalah rasa percaya anak perempuan itu kepada dirinya.
Detail lain yang ada di Gambo ini adalah, samurai yang menjadi salah satu tokoh di film ini digambarkan sebagai penganut agama Kristen (tampak dari kalung berbentuk salib yang dikenakannya). Hal ini sepertinya merujuk ke pengaruh keyakinan baru yang masuk ke budaya Jepang dan konsep kepercayaan kepada mahluk ataupun roh pelindung semakin tergeser sehingga semakin memperlemah Gambo yang akhirnya tewas dan pada akhirnya mungkin akan terlupakan.
Film terakhir, Buki to Saraba, terjadi di masa depan. Dari 4 movie, Buki to Saraba ini mempunyai durasi yang paling panjang, sekitar 25 menit, dan diisi dengan adegan pertempuran manusia vs mesin yang seru. Ceritanya sendiri sebenernya agak ironis, AI tank yang ingin mereka hentikan itu ternyata tidak menyerang sembarang orang. Program yang ditanamkan ke AI tank itu membuatnya tidak akan menyerang orang yang tidak mengenakan atribut militer (bahkan dog tag milik prajurit menjadi salah satu target). Pada akhirnya ya yang namanya mesin, dia cuma bisa ambil keputusan secara hitam dan putih. Pake atribut militer = musuh = bunuh, tanpa atribut militer = bukan musuh = lindungi, padahal ya orangnya itu-itu juga. Secara cerita ya biasa aja sih, endingnya memang ngegantung, tapi action scene-nya bener-bener seru.
Dari ke-4 film ini, Tsukumo masuk nominasi Academy Awards (Oscar), Hi no Youjin menang 2 penghargaan dari event yang berbeda, dan secara keseluruhan (sebagai Short Peace, bukan per film) juga mendapatkan Platinum Grand Prize di Future Film Festival Italia tahun 2014. That’s saying something.
Dan tolong, nggak usah lah ya ngomongin ghibli-ghibli-an. Ghibli itu bagus, tapi nggak semua anime harus di-benchmark pake Ghibli, karena banyak juga anime non-Ghibli yang bagus. Dan seneng anime buatan Ghibli tidak otomatis membuat seseorang itu berselera tinggi atau lebih terhormat dari penggemar anime yang lain. Just saying.